Fallingforyou


Yunho datang, membuka pintu kamar Mingi dengan lebar dan kasar. Sedikit ikut mendobrak kewarasan lelaki Song yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya yang mepet dengan batas pengumpulan. Mingi hanya menatap Yunho, memberikan tatapan penuh tanda tanya sebab yang dilihatnya adalah lelaki berambut biru dengan pipi yang basah dan memerah. Cukup berbeda dengan lelaki yang ia lihat pagi ini, yang bersemangat mengatakan Seonghwa ini, Seonghwa itu sambil melompat kecil di depannya semenjak seminggu lalu.

Mingi menghampiri Yunho yang sudah ambil tepi ranjangnya tanpa berkata, mencoba membantu ia yang belum melepaskan sepatunya dan meninggalkan jejak kotor di atas lantai polivinilnya. Menghela napas, ia bisa membersihkan itu nanti. Yang di kepala adalah ia harus membersihkan Yunho terlebih dahulu, ia nampak berantakan─tidak seperti biasanya.

“Kenapa?” Mingi beri tanya dengan tangan coba usap pipi merah pemuda di depannya. Menghapus air mata yang membekas dan sedikit lendir dari hidungnya dengan tisu.

“Pergi senang, pulang nangis.” Mingi melanjutkan omelannya, tak biasanya ia melihat Yunho dalam keadaan seperti ini─terakhir, ia menangis karena ikan cupang biru yang dipeliharanya raib oleh Byeol, kucing kesayangan San.

“Seonghwa ... ” Yunho coba jawab, tapi terhenti dengan cepat. Mungkin ia mencari kata yang tepat, Mingi berpikir demikian sambil menyisir rambut Yunho dengan kedua tangannya.

” ... selama ini dia sudah berpacaran dengan Hongjoong.” Tangannya berhenti, terperanjat di tempat dengan ucapan Yunho selanjutnya─tak menyangka, firasatnya tentang Seonghwa dan Hongjoong memang benar.

Atau mungkin Yunho denial perihal itu?

Si wira yang lebih tinggi tertawa, terpaksa─Mingi dapat mendengarnya dengan jelas. Suara tawa yang mengiris hatinya sedikit, sebagai teman ... atau lebih tepatnya sebagai seseorang yang mengamati, menyukai Yunho dalam diamnya, melihat orang yang terkasih sakit tentu ada rasa yang mengikuti.

“Mungkin seharusnya aku lebih pintar gak sih?” tanya Yunho, berharap Mingi mengeluarkan sarkasmenya atau membuatnya semakin sedih karena kebodohannya.

Nihil, Mingi hanya meremas kedua tangannya, berikan sesuatu yang Yunho sendiri tidak dapat pecahkan dari kedua mata di balik kacamata itu. Mingi di lain sisi tahu rasanya ... ah─sebenarnya mereka sama-sama bodoh tidak sih? Seperti cinta Yunho yang tak terbalaskan oleh Seonghwa dan dirinya sendiri kepada Yunho? Lebih bodoh dirinya, karena ia menyukai Yunho sejak lama ... mengalahkan lamanya Yunho membicarakan rasa sukanya pada Seonghwa yang baru-baru ini menjadi teman satu klub di kampusnya.

Dunia itu rumit ... kalau ada cinta.

“Ming?” Yunho memanggil, melambaikan satu tangan di depan wajah temannya yang asyik tenggelam dalam pikirannya.

Mingi tersadar dari lamunannya dan hanya balik bertanya, “Oh, ya udah, terus kamu mau gimana?”

“Entah, meratapi kesedihan?” Mingi tersenyum simpul dengar jawabannya diikuti tepukan pada bahu. Mungkin ini saatnya? Saatnya ia mengambil kesempatan ini?

Apakah ini tidak masalah?, Mingi bertanya pada dirinya sendiri, Memanfaatkan rasa kesedihan orang lain, huh?

Mingi lagi-lagi menggelengkan kepala, lepaskan dirinya dari angan-angan kebodohannya. Fokusnya adalah untuk membahagiakan Yunho terlebih dulu, soal dirinya bisa nanti. Setidaknya, menyingkirkan Seonghwa perlahan dari kawannya.

“Lebih baik kau ikut denganku. Minggu malam ada acara yang ingin kuhadiri,” ajaknya, “band-nya Wooyoung dan Yeosang akan tampil di pusat kota.”

Pikirnya, mengajak Yunho untuk pergi setidaknya ide yang bagus. Menjauhkan dari kegiatan yang bersangkutan dengan Park Seonghwa. Menjauhkan dari pikiran yang membuat Yunho kembali ke orang yang salah.

Tahu darimana Seonghwa orang yang salah. Mimpi saja kamu, Gi.

Mendengar nama Wooyoung dan Yeosang, Yunho mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut. Wooyoung dan Yeosang ini masih satu lingkar pertemanan dengan mereka. Sayangnya, dua sejoli ini berbeda fakultas dengan jadwal yang berbeda pula, rengganglah interaksi mereka di tahun ketiga. Kesempatan untuk bertemu keduanya, tentu tidak akan disia-siakan.

Berseri dirinya, tebarkan satu senyum lagi pada sang kawan, “Baiklah. Sekarang ayo kita makan malam dulu.”


Akhir pekan datang begitu cepat bagi Mingi, tidak bagi Yunho yang meratapi tiap langkahnya dengan Seonghwa dalam benak. Mingi lagi-lagi jadi bahu sandaran pada malam yang buatnya tak bisa tertidur untuk temani ia yang kehilangan, kehilangan kesempatan, kehilangan orang yang disukanya.

Ini demi Yunho, sekali lagi ia meyakinkan dirinya lebih kuat.

Mingi siap dengan pakaiannya yang disengajakan terlihat lebih rapi dari biasanya. Ketika Yunho datang, ia cukup menggunakan sepatunya dan berangkat pergi ke tempat yang dituju.

Acara yang dihadiri sebenarnya hanyalah acara fakultas Wooyoung dan Yeosang, Fakultas Sastra dan Budaya. Pantas ramai, acara ini memang seperti acara tahunan dengan segudang artis yang dijadikan tamu penampilan. Tiket yang diberikan cuma-cuma serasa patut disyukuri Mingi dan Yunho, tak perlulah mereka mengantre pada tempat pembelian tiket yang luar biasa panjangnya.

“Terima kasih, Ming.” Mingi menengok ke arah Yunho ketika masuk ke dalam area terbuka, tepat di depan panggung. Seulas senyum diarahkan kepadanya buat bersemu secara instan, tapi mencoba untuk tak memperlihatkannya.

Beruntung keadaannya remang.

Keduanya pun memutuskan untuk berkeliling sejenak sebelum acara utamanya mulai dan bagi Mingi, ada untungnya ia mengajak Yunho untuk keluar di Minggu malam. Tiga bulan Yunho menyukai Seonghwa ... bisa dirasakan sedikit kontak mereka menyurut yang tidak diikuti dengan surutnya perasaan Mingi pada Yunho.

Hanya lagi, Yunho datang kepadanya ketika ingin membicarakan Seonghwa saja. Apakah ini pemanfaatan atas perasaannya? Yunho tidak tahu perasaannya, mana mungkin ia dimanfaatkan.

Benarkan?


Mingi dan Yunho kembali ke panggung utama, sedikit mengambil jarak untuk hindari huru-hara. Mingi tahu, Yunho membenci suara bising berlebihan dan mengajak lelaki itu dekat dengan pengeras suara hanya akan membuatnya dibenci seumur hidup.

Yunho menaruh perhatian lebih pada penampilan yang disuguhkan, tidak dengan Mingi yang lebih memilih memperhatikan lelaki di sampingnya bereaksi. Ketika Yunho berikan senyum dan tepuk tangan, tak bisa hentikan Mingi untuk refleks melakukan hal yang sama, tapi netranya ... tak pernah melepas dari roman yang ia kagumi.

Ketika Wooyoung dan Yeosang naik di atas panggung mendapatkan giliran pun, Mingi tak berikan atensinya. Seluruhnya dicuri oleh pemuda Jeong yang masih setia di sebelahnya. Padahal, Wooyoung sudah berjanji bawakan lagu khusus untuknya─lagu yang mungkin bisa membantu Mingi untuk nyatakan perasaannya kepada pemuda yang setidaknya ia sukai sejak usianya tujuh belas, lima tahun lamanya, lima tahun penantiannya, lima tahun ia merasakan bagaimana ia harus menghidari semua topik percintaan yang dilontarkan, lima tahun ia sakiti orang yang menyukai dan memilih Yunho lagi dan lagi.

Apa yang sebenarnya membuat ia menyukainya? Apa yang sebenarnya membuat ia terus bertahan pada sesuatu yang tak pasti? Apa yang membuatnya rela untuk menemani ia yang menyukai orang lain, menemani ia di kala sedih bukan untuknya, menemani ia yang tersenyum bukan kepadanya?

Kadang, sebuah tanya tak perlu jawab.

Atau kita tahu jawabnya, tapi tak mengindahkannya?

Sumber pencahayaan kini hanya dari panggung, buat suasana semakin syahdu dengan gaduhnya sorak-sorai dari pengunjung lainnya. Ketika suara gitar yang Yeosang pegang mengawali, barulah orang terdiam untuk nikmati penampilan yang ditawarkan.

Lagu yang dibawakan tentu saja lagu yang dibanggakan Yeosang, lagu dari band The 1975 yang sudah setahunan ini menjadi bahan pembicaraannya. Heart Out adalah lagu pembuka, jujur, Mingi cukup menyukainya pula nikmati─terkadang, ingin memuji selera musik Yeosang yang berbeda jauh dengannya, bisa-bisanya ia menemukan lagu seperti ini.

It's just you and I tonight. Why don't you figure my heart out?” Sang vokalis, yang tak salah ia ingat bernama Choi Jongho─Jongho, patut diacungi jempol kemampuannya.

Lirik dan atmosfer mengguncangkan pikiran Mingi, Oh ini lagu yang dimaksudkan Wooyoung untukku?

Mingi membuka mulutnya untuk mengucapkan sesuatu, tapi tak ada. Tercekat di antara pita suara dan sel-sel otaknya.

Tidak sekarang.

Ia kembali menunggu, terlalu awal untuk mengucapkannya. Yunho juga terlihat lebih fokus pada penampilan, Mingi tidak ingin mengganggunya dan membiarkan lagu berikutnya dibawakan sang penghibur acara.

“Berikutnya adalah lagu untuk Choi San yang di sebelah sana!” Wooyoung berteriak pada pengeras suara di depannya, menunjuk-nunjuk posisi yang tak jauh dari tempatnya─oh, ternyata Choi San juga datang bersama orang yang tak begitu dikenalnya.

Sepertinya Wooyoung memang menerima banyak permintaan titipan lagu. Apakah acara ini memang ajang untuk mengutarakan perasaan?

I know I'll fall in love with you, baby. And that's just what I'll do.

Lagi-lagi lagu yang tidak pernah ia telusuri, The Neighbourhood berjudul Cry Baby. Penasaran dengan selera lagu Yeosang dan Wooyoung di titik ini, wajar jika memang band mereka banyak disukai. Selain sediakan tampang yang mencuci mata, semuanya sangat bertalenta dengan selera musik yang patut dipertanyakan.

“Lagunya bagus ya?” Yunho akhirnya membuka topik pembicaraan, menunjukan satu jarinya ke arah panggung, “Gak sangka Yeosang dan Wooyoung membangun grup band untuk menyanyikan lagu begini.”

Dengan balasan anggukan dan kekehan kecil, sepertinya memang Yunho pun berpikiran sama. Memandang Yunho lama, hingga Yunho lagi-lagi menengok ke arahnya. Mengerjapkan mata penuh arti padanya, tapi Mingi menghiraukan.

“Aku suka ... ” kamu

“Hah?”

“Suka lagunya. Lagunya kayak buat orang jatuh cinta, tapi versi gaul.”

Lagi-lagi, bukan waktunya.

Dimana keberanianmu, Mingi?

Tak terasa lagu pun usai dan lagi-lagi Wooyoung merebut atensi dengan pekik bahagia tak terukur, “Ini lagu terakhir!”

Seruan pun dielu-elukan para penggemarnya (“Ya, sepertinya semua menyukainya.”). Yunho ikut bersorak dengan kedua tangan teracung ke atas, beri dukungan. Lantas Mingi mengikuti, tak ada yang bisa ia lakukan ... dibandingkan mati kutu, ya tidak?

“Lagu terakhir ini buat Song Mingi!” Dalam suara yang menggetarkan area, Mingi harus menutup wajahnya karena namanya diucapkan begitu kerasnya. Yunho tertawa ke arahnya, hingga ia jadi rebut atensi lain dari orang di sekitarnya.

“Lagu ini juga akan menjadi penutup bagi kami! Song Mingi, ucapkan sebelum terlambat!”

“Brengsek, Wooyoung.” Meruntuk dirinya, bersembunyi pada lengan bajunya penuh malu, tapi Yunho berikan sebuah tepukan ringan pada punggungnya untuk kembali pada lagu yang dihindangkan.

Lagu untuknya tak disangka bertempo lebih lambat dibandingkan dua lagu sebelumnya. Cahaya lampu berubah menjadi cahaya putih yang hangat, mengutarakan sebuah kesedihan─atau itu perasaannya saja?

Don't you see me I, I think I'm falling, I'm falling for you.

Dan pada pertengahan lagu, iringan drum ditemani dentuman. Hampir ia terjatuh di tempat, karena tak menyangka lagu penutup diberikan untuknya dengan sebuah hadiah kembang api menemani. Bising yang dihasilkan percikan jadi beradu dengan suara Jongho yang tetap bernyanyi. Sontak Yunho menganggumi bunga percikan api di atasnya, tetap Mingi berpikir tak ada yang mengalahkan binar dwinetra orang yang dipujanya.

Mingi acuhkan kebisingan serasa dunia berhenti. Detak jantungnya berpacu cepat dan mulutnya terbuka untuk kesekian kalinya, tapi kali ini ia berbicara ... mengutarakan apa yang ada di hati dan pikirannya.

I don't want to be your friend, I want to kiss your neck.

“Yunho, aku suka kamu.” Walau lemah dan dipastikan tidak terdengar karena kalah saing dengan ricuhnya kembang api dalam gaduhnya suasana, setidaknya ia sudah menyatakan.

Merekah, kedua ujung bibirnya tertarik ke atas hanya untuk Yunho yang bahkan tak memberikan barang sedetik perhatiannya. Maka, Mingi pun memutuskan untuk tetap diam dan berpikir rasa memang seharusnya tak perlu diutarakan. Mengalihkan pandang pada gelapnya permukaan yang ia pijaki.

“Mingi tadi kamu bilang apa?” Yunho bertanya dan memegang pergelangan tangannya seketika.

“Hah?”

“Hah, hah, mulu!” Yunho kini menghadap ke arahnya, sepenuhnya mata itu menusuk ke arahnya. Eratkan pegangan, tidak ingin Mingi kabur dalam waktu dekat, karena Yunho butuh jawaban, bukan sebuah pelarian dari tanya yang ia beri.

“Tadi kamu bilang apa?”

“Gak bilang apa─”

“Kamu suka aku─?”

Mingi membatu di tempat. Harap cemas, tanah di bawahnya melahapnya. Tapi, sudah bukan saatnya ia kabur dari situasi. Siapa tahu, memang ini kesempatannya. Siapa tahu, Yunho akan ...

“Iya.”

“Maaf, Mingi, tapi─”

... tidak, Yunho tidak memberikannya sebuah kesempatan. Detik berikutnya, ketika bagian akhir lagu dinyanyikan. Yunho melepaskan pegangannya dan berlari. Mingi tak mengejar, hanya menatap punggung yang kian menjauh. Mata pun tak lagi sempat bertemu, Mingi tahu ... menyukai orang yang menganggapmu teman, sepenuhnya sia-sia.

Ketika perasaan dinyatakan, kesempatan untuk merengkuh dan melepas ada di jarak tertipis. Mingi tahu, merengkuh Yunho adalah sesuatu yang tak mungkin, ia tidak selevel dengan Park Seonghwa, mana mungkin ia mengalahkan lelaki yang menyusupi pikiran sang kawan, mana mungkin. Mingi tahu, melepas pasalnya akan lebih mudah.

On this night, and in this light. I think I'm falling ... “ “ ... I think I'm falling ... “ “ ... I'm falling for you ... “ “ ... And maybe you, change your mind.

Dengan hilangnya Yunho dari pandang, Mingi tahu. Sesuatu yang tertahan, lebih baik terbebas dan mengikhlaskan ia yang tak ingin, lebih baik untuk memudahkannya berlalu.


@hwasaurus on twt, 2020.

this is basically word vomit and cringey, i don't know. i feel sorry for everyone who read this, but leave me your thought.